13 Desember 2013

Kisah Antara Gervinho Dan Garcia

Kata orang, hidup ibarat putaran roda. Ada kalanya di bawah, ada kalanya di atas. Tak ada yang menduga musim ini Roma mampu memutar roda nasib ajaibnya. Berbekal tiga muka anyar utama pada sosok Rudi Garcia, Kevin Strootman serta Gervinho, tiba-tiba dalam sekejap Roma berubah menjadi grande attenzione seantero Italia.

Mereka meraih perfetto alias merengkuh semua kemangan dan meraih langsung 30 poin yang menggetarkan nyali lawan. Magico! Baru di pekan ke-11 mereka kehilangan dua poin pertama setelah ditahan tuan rumah Torino 1-1. Musim lalu klub berkode “ASR” di bursa saham Italia ini berada di urutan enam serie A dan finalis Coppa Italia.

Rudi Garcia adalah alasan pertama kebangkitan. Ia punya konsep aduhai¸ proses kerja hebat dan tentunya supertim ciamik. “Semangat tim dan kolektivitas menjadi fokus utama yang sangat berat saat memulainya,” kilah Garcia, 49 tahun, pelatih dengan kepekaan lebih. Melihat wajah anak buahnya usai menciptakan gol, pemain Lille 1980-88 itu selalu ikut bahagia.

Sebenarnya tiada yang baru dari Garcia. Sejak era Zdenek Zeman, Roma sudah main dengan 4-3-3, skuat yang di atas rata-rata serta militansi tifonsi yang ta pernah surut. Sepak bola seperti makanan dan minuman sehari-hari orang Italia. Sepak bola merupakan kehidupan mereka itu sendiri. Garcia datang dengan membawa harapan. Apalah artinya hidup jika tanpa harapan?

Dia memulai langkah konkret dengan mengubah mentalitas, kerja keras menuai impian sampai spirit khas ala Roma saat berlatih atau berlaga, muncul secara menakjubkan. Garcia tak banyak tuntutan ini itu. Ia hanya merasa Il Lupi seperti serigala yang sedang terluka sehingga kesulitan menerkan mangsa. Tugas utamanya merawat serta menyembuhkannya.

Lagipula dapat dipahami, Roma-lah, bukannya Italia, satu-satunya pewaris ideologi dan keagungan Romawi. Garcia tak mau mengutak-atik tradisi itu. Adalah sangat tabu, cenderung dianggap kualat, jika sampai mengutak-atik sang kaisar, super gladiator, Francesco Totti. Hati dan pikiran Garcia selalu diarahkan untuk membentuk grup di sekeliling maharaja Trigoria itu.

Garcia Dan Penghormatan Budaya Romawi

“Visinya istimewa. Dia pemain spesial yang bisa main di mana saja di depan sebagai kunci sukses permainan,” kata pria kelahiran 20 Februari 1964 itu. Pemujaan Garcia pada Totti terkesan berlebihan. Namun dia tahu, budaya dan tradisi mesti diprioritaskan manakala berada di Roma, simbolitas Romawi.

“Totti salah satu pemain terbesar dalam sejarah sepak bola. Ia rendah hati, jadi anutan dan pekerja keras. Dia tak pernah mangkir dari latihan dan kondisi fisiknya selalu prima. Saya bermimpi memenangkan sesuatu dengannya,” lanjut Garcia.

Satu-satunya request penting Garcia hanya ditujukan untuk satu makhluk bernama Gervais Lombe Yao Kouassi, alias Gervinho.

Kedatangan Morgan De Sanctis, Kevin Strootman dan Mehdi Benatia sebagai patriot baru Roma, jelas menyenangkannya. Namun Gervinho sebuah kemutlakan. Calcio butuh Superstitious, begitu juga Garcia. Gervinho adalah tuah Garcia saat meraih gelar dobel di Lille, menjuarai Liga I dan Coupe de France 2010/2011.

Belitan keyakinan Garcia dan Gevinho terikat kuat. Ikatan berubah jadi kepercayaan sehingga tatkala keduanya berpisah, prestasi mereka ikut berantakan. Lille sontak terjun bebas, Garcia meradang dan Gevinho pun amburadul tidak keruan. Dua musim di Arsenal – 45 kali main dan 9 gol – outcome yang didapatnya cuma reputasi buruk, kadang dianggap pembawa sial.

Ia divonis Arsene Wenger terlalu egois dan minder main di Premier League terutama stadion Emirates. Mulut Walter Sabatini, master transfer Roma, sempat menganga sewaktu Garcia menginginkan pemain yang sungguh tak mencirikan Romawi ini. Gervinho rupanya hanya bisa bekerja untuk Garcia. Wenger benci pendribel, Garcia menyukainya.

Tubuh kecilnya sangat berguna di Italia daripada di Inggris. Gervinho kembali meraih kepercayaan dirinya yang sangat berguna buat Roma kelak. Dua pendatang baru yang menghormati budaya Romawi dan tahu diri itu telah memberi dimensi lain permainan Giallorossi. Garcia dan Gevinho sukses mengekang egoisitas pribadinya demi tujuan yang lebih besar.


0 comments:

Posting Komentar

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

Email us: antoniachekov@gmail.com

Our Team Memebers